
Disco Elysium bukan game yang ngajak kamu jadi pahlawan berkostum keren atau jagoan bersenjata lengkap, tapi malah ngebawa kamu jadi detektif yang bangun di kamar berantakan tanpa ingatan apa pun, dengan kepala pening dan hidup yang kacau balau. Dari detik pertama, game Bursa303 ini langsung ngasih kesan kalau kamu bukan lagi main buat jadi kuat, tapi buat ngerti siapa dirimu sebenarnya. Kamu bakal ngobrol lebih banyak daripada berantem, mikir lebih banyak daripada ngegas, dan itu justru jadi kekuatan utamanya. Di sini, otak dan pilihanmu yang pegang kendali, bukan kekuatan fisik atau skill tempur keren.
Revachol, kota tempat cerita ini berlangsung, penuh warna tapi juga kelam. Setiap jalanan punya cerita, dan setiap karakter punya trauma atau ideologi yang bikin kamu mikir. Gak ada yang benar-benar baik atau jahat, semua orang seperti lagi nyari alasan buat terus hidup di dunia yang penuh luka ini. Yang bikin makin asik, isi kepala si detektif bisa ngobrol sendiri—pikiran-pikirannya bisa saling debat dan kasih saran, walau kadang bikin makin bingung. Tapi justru itu yang bikin kamu betah: ada rasa penasaran yang bikin kamu pengin gali lebih dalam, bukan cuma soal kasus pembunuhan, tapi juga tentang siapa dirimu di balik jas detektif itu.
Bermain Disco Elysium itu kayak baca novel tebal yang interaktif. Kamu nggak cuma nonton cerita bursa 303, tapi juga terlibat langsung di dalamnya, dan keputusanmu bisa ngubah jalan cerita ke arah yang gak disangka-sangka. Kadang lucu, kadang nyesek, kadang absurd sampai bikin mikir, “Ini beneran game?” Tapi justru dari kekacauan itulah muncul pengalaman bermain yang unik dan emosional. Game ini nggak ngejar kesempurnaan teknis atau aksi cepat, tapi lebih ke nyuguhin perjalanan batin yang dalem, penuh pilihan, dan kadang bikin kamu lihat diri sendiri dari sudut pandang yang baru.